SELAIN BERBAGI AMALAN KEILMUAN, BLOG KAMPUS WONG ALUS MENGAJAK PARA SEDULUR UNTUK BERBAGI KEUNIKAN BUDAYA DAN KISAH KISAH MISTIK DI MASING-MASING DAERAH. KIRIMKAN ARTIKEL ANDA KE EMAIL rdrkwa@gmail.com. BERIKUT INI ARTIKEL KIRIMAN SEDULUR BERJUDUL PUNCAK 29.
Oleh minary citraeleanora
minaryal2@gmail.com
minaryal2@gmail.com
Rahtawu sebenarnya adalah nama desa di lereng Gunung Muria masuk Kecamatan Gebog itu, bagi masyarakat Kudus dikenal banyak menyimpan misteri. Sekitar tiga dasa warsa yang lalu (lebih 30 tahun-Red), Rahtawu merupakan sebuah desa yang sangat terisolir. Sebab, belum ada jalan poros desa. Roda empat pun tak bisa menuju ke desa itu, termasuk angkudes. Satu-satunya jalan adalah lewat jalan setapak. Pendatang harus rela berjalan kaki sekitar lima kilometer mulai dari Desa Menawan. Berkat jasa Bupati Marwotosoeko, dengan tekad gugur gunung, jalan menuju desa tersebut sudah dilebarkan, sehingga Rahtawu menjadi seperti sekarang ini.
Meskipun lokasi tidak mudah dicapai, Rahtawu mempunyai daya tarik tersendiri bagi mereka yang suka melakukan ritual ziarah. Di kawasan Rahtawu banyak menyimpan petilasan (bukan makam-Red) dengan nama-nama tokoh pewayangan leluhur Pandawa. Sebut saja petilasan Eyang Sakri, Lokajaya, Pandu, Palasara, Abiyoso. Selain itu di sana juga ada kawasan yang diberi nama Jonggring Saloka dan Puncak Songolikur.
Petilasan itu banyak menarik minat orang untuk datang berziarah. Di setiap daerah biasanya ada pantangan tertentu. Di Rahtawu juga ada pantangan, yakni warga dilarang nanggap wayang kulit. Meski di sana banyak nama petilasan bernama leluhur Pandawa. Sampai sekarang tidak ada yang berani melanggar. Bila dilanggar, konon yang bersangkutan terkena bencana. Jadi kalau ada warga punya hajat, paling nanggap tayub, karena diperbolehkan.
Kata orang desa sana nama Rahtawu mempunyai arti getih yang bercecer (bahasa jawa) kalo indonesianya (darah yang bercecer ) Menurut mitos, Wukir Rahtawu merupakan tempat pertapaan Resi Manumayasa sampai kepada Begawan Abiyoso yang merupakan leluhur Pandawa dan Korawa. Menurut cerita babad dan parwa, konon leluhur raja-raja Jawa merupakan keturunan dinasti Bharata/para shangyang.
Sebuah misteri yang membingungkan , ( aku aja bingung…..hehehehhe ) banyak sekali tokoh 2 pewayangan yang petilasan nya masih di rawat oleh penduduk sekitar sampai sekarang bahkan banyak orang – orang dari luar kudus ( jateng ) banyak yg berdatangan untuk menikmati suasan pegunungan dan mistik yg ada di gunung tersebut , menurut pengalaman saya tidak salah kalau orang -orang yang suka mistik ( terutama yang beraliran kejawen ) banyak yang berdatangan ke gunung Rahtawu karena memang dari lereng gunung sampai puncak gunung itu berjajar banyak sekali petilasan – petilasan dari para tokoh pewayangan yang di sucikan dan di sebut ” eyang ” oleh penduduk sekitar . Berikut ini adalah nama – nama petilasan para tokoh pewayangan yang ada di gunung Wukir Rahtawu : Eyang Sakri (Bathara Sakri), di Desa Rahtawu Eyang Pikulun Narada dan Bathara Guru, di Joggring Saloko, dukuh Semliro, desa Rahtawu. Eyang Abiyasa dan Eyang Palasara, di puncak gunung “Abiyasa”, ada yang menyebut “Sapta Argo”.
Eyang Manik Manumayasa, Eyang Puntadewa, Eyang Nakula Sadewa di lereng gunung “Songolikur”, di puncaknya tempat pertapaan Eyang Sang Hyang Wenang (Wening) dan sedikit ke bawah pertapaan Eyang Ismaya. Eyang Sakutrem (Satrukem) di sendang di kaki gunung “Sangalikur” sebelah timur. Eyang Lokajaya (Guru Spiritual Kejawen Sunan Kalijaga, menurut dongeng Lokajaya nama samaran Sunan Kalijaga (sebelum bertaubat), di Rahtawu. Eyang Mada (Gajah Mada) dan Eyang (Romo) Suprapto, berupa makam di dusun Semliro. Memang didaerah rahtawu peradaban Hindu, budha tidak tampak jelas karena tidak di temukan candi / arca yang sebagai mana di temukan di daerah lain yang mempunyai peradaban hindu / budha , yang ada hanyalah petilasan 2 batu datar yang menurut penduduk sekitar merupakan bekas tempat bersemedinya para ” suci “.
Ada satu lagi yang aneh dari kebudayaan warga sekitar, meskipun semua petilasan yang ada di Wukir Rahtawu identik dengan para tokoh Pewayangan ( Mahabarata – Hindu ) tapi di sana sangat di tabukan untuk mengadakan pagelaran wayang. Konon cerita para penduduk setempat, pernah ada yang melanggar larangan tersebut, maka datang bencana angin ribut yang menghancurkan rumah dan dukuh yang mengadakan pagelaran wayang tersebut. Menurut saya pribadi sesungguhnya gunung rahtawu dlm kajian mistik adalah netral dalam artian ,Hitam dan Putih tergantung manusianya. Kalau mau wisata mistik ke rahtawu pasti ketemu macam2 dukun/orang pintar dr mana saja datang saja dan nginap dr yg saya tahu dukun2 yg kejawen di daerahku gak lepas dr rahtawu. Saya yakin ada para bolowongalus yg sudah pernah ke rahtawu…… Wassalam. @@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar